BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penulisan
“Al-Qur’an
memberikan kemungkian arti yang tak terbatas. Ayat-
ayatnya
selalu terbuka untuk interpretasi baru; tidak pernah pasti dan
tertutup
dalam interpretasi tunggal”
(Muhammad
Arkoun)
Betapa indah gambaran Muhammad Arkoun
dalam menjelaskan Al-Qur’an. Sepanjang zaman
Al-Qur’an akan selalu
mengalami perkembangan penafsiran (interpretasi baru) sesuai background
sang penafsir. Pendapat Muhammad Arkoun di atas, dapat kita buktikan dalam salah
satu kajian Ulumul Qur’an, yaitu tentang Muhkam dan Mutasyabih. Sebuah kajian
yang sering menimbulkan kontroversial sepanjang sejarah penafsiran Al-Qur’an,
karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai hakikat Muhkam dan
Mutasyabih.
Dalam
Al-Qur’an, memang disebutkan kata-kata Muhkam dan Mutasyabih.
Pertama, lafal Muhkam, terdapat dalam Q.S. Hud
[11]: 1
!9# 4 ë=»tGÏ. ôMyJÅ3ômé& ¼çmçG»t#uä §NèO ôMn=Å_Áèù `ÏB ÷bà$©! AOÅ3ym AÎ7yz ÇÊÈ
Terjemahan: suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan
rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha tahu.
Kedua,
lafal Mutasyabih terdapat dalam Q.S. Zumar [39]: 23
ª!$# tA¨tR z`|¡ômr& Ï]Ïptø:$# $Y6»tGÏ. $YgÎ6»t±tFB uÎT$sW¨B Ïèt±ø)s? çm÷ZÏB ßqè=ã_ tûïÏ%©!$# cöqt±øs öNåk®5u §NèO ßû,Î#s? öNèdßqè=ã_ öNßgç/qè=è%ur 4n<Î) Ìø.Ï «!$# 4 y7Ï9ºs yèd «!$# Ïöku ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o 4 `tBur È@Î=ôÒã ª!$# $yJsù ¼çms9 ô`ÏB >$yd ÇËÌÈ
Terjemahan: Allah
telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa
yang dikehendaki-Nya. dan Barang siapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada
baginya seorang pemimpinpun.
Ketiga, lafal Muhkam
dan Mutasyabih sama-sama
disebutkan dalam Al-Qur’an. Hal ini terdapat pada Q.S. Al Imran [3]: 6:
ÇÏÈ uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»t#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#Írù's? 3 $tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)t $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ã©.¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$#
Terjemahan: Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al
Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok
isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian
ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui tawilnya melainkan
Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan
tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal.[1]
Berdasarkan tiga ayat tersebut, Ibn Habib al-Naisaburi
menceritakan adanya tiga pendapat tentang masalah ini. Pertama berpendapat
bahwa Al- Qur’an seluruhnya Muhkam berdasarkan ayat pertama. Kedua
berpendapat bahwa Al-Qur’an seluruhnya Mutasyabih berdasarkan ayat
kedua. Ketiga berpendapat bahwa sebagian ayat Al-Qur’an Muhkam dan
lainnya Mutasyabih berdasarkan ayat ketiga. Inilah pendapat yang sahih.
Ayat pertama, dimaksudkan dengan Muhkam-nya Al-Qur’an adalah
kesempurnaan dan tidak adanya pertentangan antara ayat-ayatnya. Maksud Mutasyabih
dalam ayat kedua adalah menjelaskan segi kesamaan ayatayat Al-Qur’an dalam
kebenaran, kebaikan dan kemukjizatannya.
Dalam makalah ini, akan
dibahas pendapat-pendapat para ulama ahli tafsir mengenai hakikat ayat Muhkam
dan Mutasyabih dalam Al-Qur’an.
1.2. Rumusan masalah
1) Apakah makna dari Muhkam
dan Mutasyabih?
2) Apakah kriteria ayat-ayat Muhkam
dan Mutasyabih?
3) Apakah sebab-sebab
terjadinya tasyabuh?
4) Bagaimanakah sikap ulama
menghadapi ayat-ayat
Mutasyabihat?
5) Apakah hikmah dan nilai
pendidikan dalam ayat-ayat Muhkam
dan Mutasyabihat?
1.3. Tujuan penulisan
1) Untuk memenuhi tugas individu mata
kuliah ilmu Al-Qur’an
2) Untuk menambah pengetahuan
mengenai ayat-ayat Al-Qur’an
3) Untuk mengetahui hikmah dan
nilai pendidikan dari ayat-ayat
Muhkamat dan Mutasyabihat
4) Untuk mengetahui sikap
ulama dalam menghadapi ayat
Mutasyabihat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Makna Muhkam dan Mutasyabih
a. Makna secara Lugawi (bahasa)
Makna secara Lugawi (bahasa)
Muhkam secara lugawi berasal dari kata hakama. Kata hukm
berarti memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah
orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai.
Sedangkan Muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan
membedakan antara yang hak dan batil.
Mutasyabih secara lugawi berasal dari kata syabaha, yakni
bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah ialah keadaan
di mana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena
adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak.
b.
Makna secara
Istilah
Banyak sekali pendapat para
ulama tentang pengertian Muhkam dan Mutasyabih, salah satunya
al-Zarqani. Di antaradefinisi yang diberikan Zarqani adalah sebagai berikut:
1) Muhkam ialah
ayat-ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh.
Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak diketahui
maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang
hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat, hurufhuruf yang
terputus-putus di awal surat (fawatih al-suwar). Pendapat ini
dibangsakan al-Lusi kepada pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi
2) Muhkam ialah
ayat-ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih
ialah ayatayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya, seperti datang
hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal
surat (fawatih al-suwar) pendapat ini dibangsakan kepada ahli sunah
sebagai pendapat yangterpilih di kalangan mereka.[2]
3) Muhkam ialah
ayat-ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna takwil. Mutasyabih
ialah ayat-ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna takwil. Pendapat
ini dibangsakan kepada Ibnu Abbas dan kebanyakan ahli ushul fikih mengikutinya.
4) Muhkam ialah
ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Mutasyabih ialah
ayat yang tidak berdiri sendiri, tetapi memerlukan keterangan tertentu dan kali
yang lain diterangkan dengan ayat atau keterangan yang lain pula karena terjadinya
perbedaan dalam menakwilnya. Pendapat ini diceritakan dari Imam Ahmad. r.a.
5) Muhkam ialah
ayat yang seksama susunan dan urutannya yang membawa kepada kebangkitan makna
yang tepat tanpa pertentangan. Mutasyabih ialah ayat yang makna
seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi
atau melalui konteksnya. Lafal musytarak masuk ke dalam Mutasyabih menurut
pengertian ini. Pendapat ini
dibangsakan
kepada Imam Al-Haramain.
6) Muhkam ialah
ayat yang jelas maknanya dan tidak masuk kepadanya isykal (kepelikan). Mutasyabih
ialah lawannya Muhkam atas ism-ism (kata-kata benda) musytarak
dan lafallafalnya mubhamah (samar-samar). Ini adalah pendapat
al-Thibi.
7) Muhkam ialah
ayat yang ditunjukkan makna kuat, yaitu lafal nash dan lafal zahir. Mutasyabih
ialah ayat yang ditunjukkan maknanya tidak kuat, yaitu lafal mujmal,
muawwal, dan musykil. Pendapat ini dibangsakan kepada Imam al-Razi
dan banyak peneliti yang memilihnya.
Subhi ash-Shalih merangkum
pendapat ulama dan menyimpulkan bahwa Muhkam adalah ayat-ayat yang
bermakna jelas. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat yang maknanya tidak
jelas, dan untuk memastikan pengertiannya tidak ditemukan dalil yang kuat.
2.2. Kriteria Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
Perbedaan pengertian Muhkam
dan Mutasyabih yang telah disampaikan para ulama di atas, nampak
tidak ada kesepakatan yang jelas antara pendapat mereka tentang Muhkam dan
Mutasyabih, sehingga hal ini terasa menyulitkan untuk membuat sebuah
kriteria ayat yang termasuk Muhkam dan Mutasyabih.[3]
Ali Ibnu Abi Thalhah
memberikan kriteria ayat-ayat Muhkamat sebagai berikut, yakni ayat-ayat
yang membatalkan ayatayat lain, ayat-ayat yang menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan,
ayat-ayat yang mengandung kewajiban, ayat-ayat yang harus diimani dan
diamalkan. Sedangkan ayat-ayat Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang telah
dibatalkan, ayat-ayat yang dipertukarkan antara yang dahulu dan yang kemudian,
ayat-ayat yang berisi beberapa variabel, ayat-ayat yang mengandung sumpah, ayat-ayat
yang boleh diimani dan tidak boleh diamalkan.
Ar-Raghib al-Ashfihani
memberikan kreteria ayat-ayat Mutasyabihat sebagai ayat atau lafal yang
tidak diketahui hakikat maknanya, seperti tibanya hari kiamat, ayat-ayat Al-Qur’an
yang hanya bisa diketahui maknanya dengan sarana bantu, baik dengan ayat-ayat Muhkamat,
hadis-hadis sahih maupun ilmu penegtahuan, seperti ayat-ayat yang lafalnya terlihat
aneh dan hukum-hukumnya tertutup, ayat-ayat yang maknanya hanya bisa diketahui
oleh orangorang yang dalam ilmunya. Sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rasulullah
untuk Ibnu Abbas, Ya Allah, karuniailah ia ilmu yang mendalam
mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya.
Muhkam menyangkut soal hukum-hukum (faraid), janji,
dan ancaman, sedangkan Mutasyabih mengenai kisah-kisah dan perumpamaan.
2.3. Sebab-sebab terjadinya Tasyabuh dalam
Al-Qur’an.
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i meringkas ada 3 sebab
terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an.
a.
Disebabkan
oleh ketersembunyian pada lafal
Contoh: Q.S. Abasa [80]: 31
ZpygÅ3»sùur $|/r&ur ÇÌÊÈ
Terjemahan: Dan buah-buahan serta rumput-rumputan.
Lafal $|/r&u di sini Mutasyabih karena ganjilnya dan
jarangnya digunakan. kata $|/r&u diartikan rumput-rumputan
berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya :
Q.S. Abasa [80]: 32 yang berbunyi :
$Yè»tG¨B ö/ä3©9 ö/ä3ÏJ»yè÷RL{ur ÇÌËÈ
Terjemahan:
Untuk kesenanganmu dan untuk binatangbinatang ternakmu.
Ar-Raghib al-Asfhani membagi Mutasyabihat
dari segi lafal menjadi dua, yaitu mufrad dan murakkab. Mutasyabih
lafal mufrad adalah tinjauan dari segi kegaribannya, seperti kata yaziffun,
al-abu; Isytirak, seperti kata al-yadu, al-yamin.
Tinjauan lafal murakkab berfaedah
untuk meringkas kalam, seperti: wa in khiftum alla tuqsitu fil yatama
fankhihu ma taba lakum...., untuk meluruskan kalam, seperti: laisa
kamis | lihi syai’un, untuk mengatur kalam, seperti: anzala ‘ala
‘abdihil kitaba walam yaj’al lahu ‘iwaja..
b.
Disebabkan
oleh ketersembunyian pada makna
Terdapat pada ayat-ayat Mutasyabihat tentang
sifat-sifat Allah swt. Dan berita gaib.
Contoh: Q.S. al-Fath [48]: 10.
¨bÎ) úïÏ%©!$# y7tRqãèÎ$t6ã $yJ¯RÎ) cqãèÎ$t7ã ©!$# ßt «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷r& 4 `yJsù y]s3¯R $yJ¯RÎ*sù ß]ä3Zt 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ( ô`tBur 4nû÷rr& $yJÎ/ yyg»tã çmøn=tæ ©!$# ÏmÏ?÷sã|¡sù #·ô_r& $VJÏàtã ÇÊÉÈ
Terjemahan: Bahwasanya orang-orang yang berjanji
setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah
di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat
ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati
janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.[4]
- Disebabkan
oleh ketersembunyian pada lafal dan makna
Ditinjau dari segi kalimat,
seperti umum dan khusus, misalnya uqtulul musyrikina, dari segi cara,
seperti wujub dan nadb, misalnya, fankhihu ma taba lakum minan
nisa, dari segi waktu, seperti nasikh dan mansukh, misalnya, ittaqullah
haqqa tuqatihi, dari segi tempat dan hal-hal lain yang turun di
sana, atau dengan kata lain, hal-hal yang berkaitan dengan adat-istiadat jahiliyah,
dan yang dahulu dilakukan bangsa Arab. Seperti, laisal birru bian ta’tul
buyuta min zuhuriha, segi syarat-syarat yang mengesahkan dan membatalkan
suatu perbuatan, seperti syarat-syarat salat dan nikah.
2.4. Pembagian ayat-ayat Mutasyabihat dalam
Al-Qur’an
al-Zarqani membagi ayat-ayat Mutasyabihat
menjadi tiga macam:
- Ayat-ayat
yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti
pengetahuan tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan
tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib lainnya. Allah berfirman Q.S.
al-An’am [6]:59
* ¼çnyYÏãur ßxÏ?$xÿtB É=øtóø9$# w !$ygßJn=÷èt wÎ) uqèd 4 ÞOn=÷ètur $tB Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur 4 $tBur äÝà)ó¡n@ `ÏB >ps%uur wÎ) $ygßJn=÷èt wur 7p¬6ym Îû ÏM»yJè=àß ÇÚöF{$# wur 5=ôÛu wur C§Î/$t wÎ) Îû 5=»tGÏ. &ûüÎ7B ÇÎÒÈ
Terjemahan: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib;
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang
di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi,
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauh Mahfudz)
- Ayat-ayat Mutasyabihat
yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan
semua ulama.
- Ayat-ayat
yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan
pengkajian, seperti ayat-ayat Mutasyabihat yang kesamarannya timbul
akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya.
2.5. Sikap Ulama Menghadapi Ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam Al-Qur’an sering kita
temui ayat-ayat Mutasyabihat yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah.
Contohnya Surah ar-Rahman [55]: 27
4s+ö7tur çmô_ur y7În/u rè È@»n=pgø:$# ÏQ#tø.M}$#ur ÇËÐÈ
Terjemahan:
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Dalam hal ini, Subhi al-Shalih membedakan pendapat
ulama ke dalam dua mazhab:
- Mazhab
Salaf, yaitu orang-orang yang
mempercayai dan mengimani sifat-sifat Mutasyabih itu dan
menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian
lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang
diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya
kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan urusan mengetahui hakikat maksud
ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab Mufawwidah atau
Tafwid.
- Mazhab
Khalaf, yaitu ulama
yang menkwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan
zat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Mazhab
Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian yang
abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah berada di
atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat,
“sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan
pengawasan, “tangan” dengan
kekuasaan, dan “diri” dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat
yang ditempuh oleh ulama Khalaf.
Alasan mereka
berani menafsirkan ayat-ayat Mutasyabihat, menurut mereka, suatu hal
yang harus dilakukan adalah memalngkan lafal dari keadaan kehampaan yang
mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak
bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar,
maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.
Disamping dua mazhab di atas,
ternyata menurut as-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq al-Id mengemukakan pendapat yang
menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika takwil
itu jauh maka kita tawaqquf (tidak memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara yang
dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik bagi-Nya.
Sejalan dengan ini, para ulama
menyebutkan bahwa mazhab salaf dikatakan lebih aman karena tidak
dikhawatirkan jatuh ke dalam penafsiran dan penakwilan yang menurut
Tuhan salah. Mazhab khalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan
pendapatnya dengan argumen aqli.
2.6. Hikmah dan Nilai-nilai Pendidikan dalam
ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Ada pepatah yang mengatakan, khudil
hikmata min ayyi wi’ain kharajat, ambillah hikmah dari manapun keluar.
Begitu pun dalam masalah Muhkam dan Mutasyabih. setidaknya
ada tiga hikmah yang dapat kita ambil dari persoalan Muhkam dan Mutasyabih
tersebut, hikmah-hikmah itu adalah:
- Andaiakata
seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat Muhkamat, niscaya
akan sirnalah ujian keimanan dan amal lantaran pengertian ayat yang jelas.
- Seandainya seluruh
ayat Al-Qur’an Mutasyabihat, niscaya akan lenyaplah kedudukannya
sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya
yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sis Allah, segala yang datang dari
sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
- Al-Qur’an
yang berisi ayat-ayat Muhkamat dan ayat-ayat Mutasyabihat,
menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai
kandungannya sehingga mereka akan terhindar dari taklid, bersedia membaca
Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
Menurut Yusuf Qardhawi, adanya
Muhkam dan Mutasyabih sebenarnya merupakan ke-mahabijaksanaan-Nya
Allah, bahwa Al- Qur’an ditujukan kepada semua kalangan, karena bagi
orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara mereka ada yang
senang terhadap bentuk lahiriyah dan telah merasa cukup dengan bentuk
literal suatu nash. Ada yang memberikan perhatian kepada spritualitas
suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya
saja, sehingga ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang
melakukan pentakwilan, ada manusia intelek dan manusia spiritual.
Kalau hikmah ini kita kaitkan
dengan dunia pendidikan, setidaknya Allah telah mengajarkan ”ajaran” Muhkam
dan Mutasyabih kepada manusia agar kita mengakui adanya perbedaan
karakter pada setiap individu, sehingga kita harus menghargainya. Kalau kita
sebagai guru, sudah sepatutnya meneladani-Nya untuk
kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang
dapat diterima oleh peserta didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan
karakter.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun yang dapat penulis
simpulkan dari penulisan makalah ini adalah:
- Muhkam adalah
ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita membacanya, sehingga tidak menimbulkan
keraguan dan memerlukan pentakwilan.
- Sedangkan
mutasyabih adalah ayat-ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah
ditakwilkan baru kita dapat memahami tentang maksud ayatayat itu.
- Ayat-ayat
mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam alqur’an yang para
ulama menilainya dengan alasannya masing-masing menjadi dua macam, yaitu
pendapat ulama Salaf dan Khalaf.
- Kita dapat
mengatakan bahwa semua ayat al-Qur’an itu Muhkam. Jika maksud Muhkam
adalah kuat dan kokoh. Tetapi kita dapat pula mengatakan bahwa semua ayat
itu adalah Mutasyabih, jika maksud Mutasyabih itu adalah kesamaan
ayat-ayatnya dalam hal Balaghah dan I’jaznya.
3.2. Saran
Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
adalah dua hal yang saling melengkapi dalam Al-Qur’an. Muhkam sebagai
ayat yang tersurat merupakan bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai bayan (penjelas)
dan hudan (petunjuk). Mutasyabih sebagai ayat yang tersirat
merupakan bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat dan kitab sastra
terbesar sepanjang sejarah manusia yang tidak akan habis-habisnya untuk dikaji
dan di teliti. Sebagai ummat Islam hendaknya kita lebih merenungi lagi
maksud-maksud Allah menurunkan ayat-ayat tersebut dalam bentuk yang berlainan.
Dan menjadikannya pedoman dalam seiap langkah kita.
DAFTAR PUSTAKA
Chirzin, Muhammad. 2003. Al-Qur’an dan Ulumul
Qur’an. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Dahlan, Zaini, dkk.1991. Mukadimah Al-Qur’an dan
Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad. 2000. Ulumul
Qur’an I. Bandung: CV. Pustaka Setia
Qardhawi, Yusuf. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah
Referensi Tertinggi Umat Islam. Jakarta: Rabbani Press.
[1]Ta’wil berasal dari kata kerja awwala–yuawwilu-ta’wil yang berarti
“kembali”. Dalam hubungannya dengan Al-Qur’an dari sudut bahasa berarti mengembalikan
makna ayat kepada apa yang dikehendakinya. ( Zaini Dahlan, dkk.
1991. Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, hal. 52. Adapun takwil dalam ayat tersebut artinya interpretasi sendiri.
(ibid, hal. 52).
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i. 2000. Ulumul Qur’an I. Bandung: CV.
Pustaka setia, hal.201.
[2]Muhammad Chirzin. 2003. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima
Yasa, hal. 70.
[3]
Ahmad
Syadali dan Ahmad Rofi’i, op.cit, hal. 201-203
Muhammad Chirzin, op.cit, hal. 71 atau baca
bukunya Subhi ash-Shalih. 1995. Membahas IlmuilmuAl-Qur’an, terjemah:
Team Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus, hal. 171-174.
Qur’an, 5maret 1989,
hal 3-4.
[4]Ibid, hal.73.
atau baca Syamsurizal Panggabean, op.cit., hal. 5-6.
KATEL, MOBILTA: Online casino in KATEL, MOBILTA - KADANGPINTAR
ReplyDeleteKATEL, MOBILTA: Online casino in kadangpintar KATEL, 바카라 MOBILTA - KATEL, MOBILTA: Online casino in KATEL, MOBILTA: Online casino in KATEL, MOBILTA: Online casino in KATEL, MOBILTA: Online 인카지노 casino in KATEL, MOBILTA: Online casino in KATEL, MOBILTA: Online casino in KATEL, MOBILTA: Online casino in KATEL,